Wednesday, December 11, 2019

Menyikapi Hari Tua


Tua tak boleh ditolak,
Dulu mikirnya takut itu akan kematian aja, tetapi makin bertambah angka dan berkurangnya jatah hidup didunia jadi makin sering worry ke banyak hal.

Jadi hidup kian parno aja, iya nggak sih? apa diriku doang ya yang parno.
Pas masih SD mikirnya belajar, jajan dan main. SD tingkat akhir mikirnya dapat sekolah negri untuk SMP nya. SMP worry karena takut dikejar-kejar cowok LOL berasa princess. SMA masa yang tenang karena ya semua cewek, terus tinggal kejar nilai aja. Masa kuliah, masa mikir lebih keras dan lebih lama untuk nggak tidur malam. Karena tugas yang bertubi-tubi dan tiba masa bikin tugas akhir.

Enaknya nggak mikir uang dapetnya darimana, kecuali minta ke orangtua. Terus ketika tugas akhir gini, kan udah mau lulus yak. Nah,,, kepikiran buat nyari kerja nih. Beruntungnya saya, sudah bisa memiliki penghasilan sendiri sebelum lulus. Jadi buat biaya pengerjaan tugas akhir, sampai wisuda bisa dijabanin sendiri. Bangga deh rasanya nggak ngebebanin biaya ke orangtua. Dan nggak butuh waktu lama untuk menjadi pengangguran.

Adek-adekku, momen yang sakral itu adalah saat ujian pendadaran/tugas akhir/skripsi/thesis dan apapun itu namanya. Kalau ketika wisuda itu mah prosesinya saja, setelahnya titel kalian tersemat dan akan berubah menjadi calon pencari kerja atau calon wirausaha (bagi yang belum mendapatkan pekerjaan dan belum punya usaha).

Hidup memang terlihat indah pada masanya, namun akan suram jika nggak kita persiapkan.
Hidup tidak seindah kata-kata para motivator, karena hidup itu terlalu nyata untuk kita diamkan sobat.

Kurva kehidupan itu dari yang kita lemah, kemudian organ-organ kita semakin menguat dengan bertambahnya usia, dan ketika tua kita akan kembali melemah lagi. Tidak bisa dipungkiri bahwa organ tubuh kita akan mengalami kemunduran fungsi atau degenerasi. Tanda-tanda yang terlihat jelas adalah rambut mulai memutih, kulit yang mengendur, panca indera yang sudah tidak maksimal fungsinya, kemampuan otak berfikir, dan sering merasa lelah.

Saya masih sangat bersyukur karena saya bukan "sandwich generation" yang harus menanggung biaya hidup dan hutang-hutang orangtua. Orangtua dan mertua saya pensiunan dan mereka masih mendapatkan gaji dari negara. Namun tidak sedikit di masa tua masih ada yang harus tetap bekerja.

Melihat orangtua saya yang menjalani masa tua mereka dengan berbagai jalan, membuat saya terus memikirkan bagaimana saya waktu tua nanti. Almh. Ibu Mertua saya yang mendapati hari tuanya dengan penyakit gagal ginjal. Perjuangan yang tidak mudah untuk menerima sakitnya, menjalani proses pengobatan, hingga akhirnya harus mengalami keluar-masuk Rumah Sakit dalam kondisi yang kritis.

Lain cerita dengan bapak mertua saya, beliau adalah orang yang tidak pernah mengenal rasa malas. Raga beliau yang tidak sempurna, karena kecelakaan dan cacat dibagian kaki pun tidak menyurutkan langkahnya untuk pergi ke masjid sholat berjamaah. Di usianya yang hampir lebih dari 80th, secara raga beliau masih dalam kondisi sehat - terkadang merasa badan menggigil namun setelah istirahat beliau kembali normal. Beliau rajin membaca Al-Quran, sholat wajib, sholat jum'at dan sholat sunnah beliau tidak pernah lupa. Namun di hari tuanya beliau mengalami demensia, yaitu penurunan fungsi otak.

Sehingga memori jangka pendeknya yang terganggu, sedetik bilang apa sedetik berikutnya sudah lupa. Terkadang memori lamanya kembali dan berubah alur ceritanya. Kepribadian pun terkadang bisa berubah-ubah, dan terkadang muncul halusinasi dimana  yang beliau utarakan tidak terjadi. Seringnya melakukan aktivitas yang sama, seperti sholat yang dilakukan berulang-ulang, habis makan terus lupa dan makan lagi, mandi pun demikian.

Untuk emosionalnya pun demikian naik dan turun, kalau boleh dibilang ngeyelnya ampun. Mungkin kembali seperti masa kecil, ketika diberikan pengertian selalu terbantahkan oleh beliau. Masa tua tak bisa dielak, tapi perlu dan sangat pantas untuk kita persiapkan.

Seperti yang pernah ada di instastory annisastevani berapapun anak kita bukan jaminan bagi kita untuk masa tua. Isitilahnya sih jangan jadikan anak sebagai media untuk menjaga kita dimasa tua. Namun kita sebagai anak tetap harus menjaga, merawat, menghormati dan menyayangi orangtua kita. Nah loh kek mana  itu ? untuk kita sebagai anak harus tetap berbakti kepada kedua orangtua, namun kita nih yang sebagai orangtua jangan sampai memberikan anak untuk menjadi sandwich generation atau menyusahkan anak.

Kembali ke cerita masa tua yang dijalani oleh mertua dan orangtua saya ya,, ini sebagai bahan perenungan untuk ancang-ancang kita menghadapi masa yang tak bisa ditolak. 

Bapak saya adalah seorang pensiunan sama seperti mertua saya. Alhamdulillah untuk materi beliau bisa mencukupi dari uang pensiunan beliau. Menjalani masa tua dengan diberikan sakit jantung dan stroke. Merepotkan tidak ? saya merasa tidak direpotkan oleh bapak saya, karena dengan kegigihan beliau untuk selalu mandiri terdahap apa yang dilakukan. Misal untuk mandi dengan berjalan berpegangan dengan tembok dan tanpa alat bantu beliau bisa menuju ke kamar mandi sendiri, namun kami tetap mendampingi. Masih suka berolahraga ringan dengan memakai tongkat beliau gerakkan tangan ke kanan-kiri-atas-bawah-depan dan belakang, selain itu beliau menggunakan sepeda statis untuk gerak badan di pagi hari.

Lain halnya masa tua yang dilewati ibu saya, beliau adalah sosok pekerja keras. Sejak masih kecil kehidupannya yang berada di desa dan merupakan anak seorang petani membuatnya menjadi pribadi yang tangguh. Selisih usia yang terpaut jauh dengan bapak saya, memberikan keberuntungan bagi ibu saya. Mengapa demikian ? karena bapak yang sudah sepuh saat ini berusia 81 tahun (dihitung 2019), membuat ibu saya masih sanggup untuk merawat bapak. 

Ibu bukan sosok yang menye-menye, jiwa raganya Allah kasih sehat dan bergas waras. Dulu ibu berjualan di kantin tempat bapak bekerja mengabdi kepada negara. Setelah bapak pensiun, kemudian ibu membuka warung makan dirumah. Usia ibu saat ini sekitar 60 tahun, kenapa sekitar? ini disebabkan akta lahir ibu terbakar karena musibah yang pernah dialami dirumah simbah. Sejak jam 3 pagi ibu sudah memulai aktivitasnya, sholat tahajud sebelum memulai kegiatannya di dapur. Mulai menanak nasi, memasak sayur, mempersiapkan hasil olahan di warung, ke pasar untuk membeli bahan mentah yang akan diolah hari ini dan untuk besok, dan sebagai penjual plus kasir dan mencuci piring beliau lakukan dengan langkah tanpa goyah. Sebenarnya sudah tidak ada lagi yang menjadi tanggungan ibu, terus buat apa bekerja keras? 

Ini semua tentang rasa bersyukur atas jiwa raga sehat yang Allah karuniakan untuk beliau. Beliau sebut ini adalah kegiatan semata, agar raga beliau terus bisa beraktivitas. Bisa terus berkomunikasi dengan berbagai macam sifat pembeli. Untuk berhibur diri dengan candaan para mahasiswa yang menjadi langganan. Beginilah cara Allah memberikan jalan masa tua untuk ibu saya. 

Selain aktivitas merawat bapak, berjualan dan masih banyak aktivitas lain yang ibu kerjakan untuk kegiatan di kampung. Mulai dari beberapa pengajian, menjadi panitia dibeberapa kegiatan masjid dan kegiatan sosial lain. 

Katanya hidup ini pilihan bukan ? tapi untuk masa tua apakah benar ini juga sebuah pilihan ?

Siapa sih yang mau sakit dimasa tuanya? tidak ada yang mau kalau ditawarin, tapi masa tua ini adalah efek dari apa yang kita kerjakan dan kita fikirkan dimasa sebelumnya. Percaya atau tidak itu akan tetap berdampak. 

Berkaca dari kisah kedua orangtua saya dan mertua saya, maka saya ini yang masih berjuang untuk mempersiapkan banyak hal termasuk didalamnya adalah persiapan masa pensiun. Saya dan suami memiliki impian dan cita-cita hari tua kami adalah tidak akan membebani anak-anak kami. Masa tua nanti, kami ingin bisa berkeliling jalan-jalan kebeberapa daerah/negara bersama-sama. Kami mengunjungi anak-anak dan cucu-cucu kami. Kami bisa berlibur bersama keluarga besar kami dalam keadaan kami sehat. 

Mimpi kamu ri? nggak apa-apa karena Tuhan akan membersamai disetiap doa dan impian kami. 

Kami bukanlah ASN yang nantinya akan menikmati pensiun seperti orangtua kami. Kami adalah pegawai swasta yang bergerak di bidang pendidikan. Untuk itu kami mempersiapkan tabungan hari tua kami bersama dengan berjuangnya kami untuk mengumpulkan dana pendidikan anak-anak kami. 

Ya semakin beranjak usia saya dan berkurangnya jatah hidup di dunia, maka semakin banyak yang harus saya persiapkan. Menjadi takut? mungkin.. tapi ketakutan dan kekhawatiran itu saya ubah menjadi rencana-rencana yang saya harapkan akan menjadi indah pada waktunya. 

Kemudian tahun kemarin saya menghire Financial Adviser untuk membantuk mengelola keuangan kami. Karena saya sadar, bahwa saya agak susah untuk mengatur keuangan pribadi keluarga. Ada beberapa hal yang menjadi point untuk persiapan keuangan keluarga kami  :

  • Dana darurat, yang sekarang ini lagi digencar-gencarkan oleh beberapa akun pengelola keuangan atau financial blogger. Dan ini memang sangat, wajib, kudu dan harus kita miliki walapun harus sedikit-sedikit.
  • Asuransi jiwa, dipilihkan yang sesuai dengan kebutuhan keluarga kami.
  • Dana pendidikan, disesuiakan dengan goal sekolah yang kami inginkan
  • Dana Pensiun, uwouwo ini yang menjadi PR kami karena target yang seharusnya ada banyak banget. #sigh tapi kami pantang menyerah untuk terus mengejarnya demi kami dan anak-anak kami
  • Dana keRIAan, jang dibaca riyak ya wkwkw,, dana bersenang-senang, hura-hura, belanja-belanja, liburan dan kesenangan lainnya
Sementara itu sih yang sedang kami kejar.. bagaimana dengan investasi rumah?? alhamdulillahnya rumah sudah kelar, tapi masih sewajarnya belum ada sentuhan dan renovasi yang gimana-gimana sejak beli. 

Kendaraan? kami masih dalam tahap ya udah itu aja dulu yang dipakai, belum mau ambil hutang yang besar untuk mengejar kenyamanan dalam bentuk mobil. Kenapa?? itu sudah saya bahas dipostingan sebelumnya, bisa tengok-tengok kenapa enggak punya mobil

Begitulah kekhawatiran saya yang merubah saya untuk menjadi orang yang terencana. Nggak ada yang salah dengan hidup itu let it flow aja, toh rezeki sudah digariskan sama Tuhan. Ya tapi kan butuh usaha dong, nggak yang tiba-tiba muda kaya-raya, tua foya-foya dan mati masuk surga. 

Ya mungkin ada juga sih,, tapi satu banding berapa puluh juta orang yang seperti itu.. Selamat mempersiapkan hari dimana kita akan menua dengan kebahagaian yang HQQ kawan. 

0 comments:

Post a Comment

 

Instagram @pujiariningsih

back 2 right way Template by Ipietoon Cute Blog Design